Curatorial Note |
Catatan Kuratorial |
This Nandur Srawung edition will still be held amidst the pandemic in which people are still strictly restricted and limited in doing activities. The human life portion gradually shifts to the digital world more and more. This year event will review all kinds of affiliation, not only among humans but also between human and their environment.
The Biophilia hypothesis by Erich Fromm suggests that a healthy individual can find a way to reunite with the world and by acting productively humans are capable to fulfil their human needs. Biophilia is an innate affinity of life or living systems. This term was first used by Erich Fromm to describe a psychological orientation of being attracted to all that is alive and vital. Thus, Edward O Wilson uses the Biophilia hypothesis and defines it as “an innate tendency to focus on life and life-like process and also that human affiliation with nature is not merely physiological (as suggested by Fromm) but has a genetic background.” The Biophilia hypothesis is an idea that humans have an innate urge to affiliate with nature and other biotic forms because of our evolutionary dependence on it to survive and to fulfil personal needs. Thus, Nandur Srawung decides to carry the theme Ecosystem, by referring to the Biophilia hypothesis. Meanwhile, the term pranåtåmångså means the Javanese maritime and agrarian society’s means to collect information on climate change and to affiliate it with their daily activities. The system helps them carry out agricultural or fishery activities. Ecosystem: pranåtåmångså will be an exhibition with a tendency to review how humans affiliate with one another and the universe and how their ability to adapt to the digital world and the global pandemic. Will humans disaffiliate with the physical world further and get off-track in the digital world, or will humans find a way to adapt to their ever-changing universe through the digital world as in the past ‘pranåtåmångså’ was used to read the universe. From both its question and its statement, at the very least the idea behind this exhibition is developed. |
Nandur Srawung kali ini masih diselenggarakan di tengah pandemi dimana manusia masih harus berada dalam segala keterbatasan dan kukungan. Kehidupan manusia lambat laun berangsur porsinya semakin besar memasuki dunia digital. Perhelatan kali ini akan menilik lagi berbagai hubungan yang terjadi baik antar sesama manusia maupun manusia dengan lingkungannya.
Dalam teori Biophilia Erich Fromm menyatakan bahwa Individu yang sehat mampu menemukan cara bersatu kembali dengan dunia, dan dengan cara bersikap produktif manusia dapat memenuhi kebutuhan manusiawi mereka. Biophilia adalah afinitas bawaan kehidupan atau sistem kehidupan. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Erich Fromm untuk menggambarkan orientasi psikologis yang tertarik pada semua yang hidup dan vital. Edward O Wilson kemudian menggunakan teori Biophilia dan mendefinisikannya sebagai "kecenderungan bawaan untuk fokus pada kehidupan dan proses seperti kehidupan serta bahwa hubungan manusia dengan alam tidak hanya fisiologis (seperti yang disarankan Fromm) tetapi memiliki dasar genetik”. Hipotesis Biophilia adalah gagasan bahwa manusia memiliki kebutuhan bawaan untuk terhubung dengan alam dan bentuk biotik lainnya karena ketergantungan evolusioner kita padanya untuk bertahan hidup dan pemenuhan pribadi. Nandur Srawung kali ini kemudian mengusung tema Ecosystem, dengan mengacu pada teori Biophilia. Sementara itu pranåtåmångså adalah upaya masyarakat agraris dan maritim Jawa dalam mengumpulkan informasi mengenai perubahan iklim dan menghubungkannya dengan aktivitas sehari-hari mereka. Sistem ini digunakan untuk membantu mereka dalam melakukan aktivitas bertani maupun nelayan. Ecosystem: pranåtåmångså menjadi sebuah pameran yang bertendensi untuk menilik ulang bagaimana manusia berelasi dengan sesama dan semestanya, dan bagaimana kemampuan mereka beradaptasi dalam jagad digital dan pandemi global. Apakah manusia makin tercerabut dengan semesta nyatanya dan tersesat dalam jagad digital, ataukah manusia memiliki cara beradaptasi yang berbeda dengan perubahan alamnya melalui dunia digital. Bagaimana kumpulan informasi yang terserak di jagad digital itu membantu manusia, sebagaimana dahulu ‘pranåtåmångså’ digunakan untuk membaca semesta. Dari pertanyaan dan pernyataan itulah setidaknya gagasan pameran ini dikembangkan. |
Nandur Srawung #8 Ecosystem:pranatamangsa
10 - 19 September 2021 Taman Budaya Yogyakarta Jalan Sriwedani no.1, Yogyakarta |