NANDUR SRAWUNG #9
  • HOME
  • CURATORIAL
  • NANDUR GAWE
  • EXHIBITION
  • SRAWUNG SINAU - NS9
    • Hardiwan Prayoga
    • Jasmine Haliza
    • Nafa Arinda
    • Pandu Paneges
    • Shalihah Ramadhanita
  • AWARD
    • LIFETIME ACHIEVEMENT
    • YOUNG RISING ARTIST
  • ABOUT
Picture
Picture

AKHMAD IRFAN

Lara Yang Nyala
pencil on wooden board
60 x 40 cm
2021

​
Konsep:
Mata, mengapa duka?
Tubuhmu penuh warna.
Namun yang menyala
mengapa lara?
Hati bukan lagi raka
Melainkan sudah binasa
rasanya, juga tiada.

Pada karya berjudul “Lara yang Nyala” penulis menampilkan objek perempuan sebagai subjek dalam karya visual imajinatif. Bagi penulis perempuan memiliki self power kemampuan untuk mengontrol atau mengatur emosional atas dirinya. Sosok perempuan yang sedang memegang bunga mawar dengan ekspresi yang sedih mempunyai makna simbolis “Mata, mengapa duka? Tubuhmu penuh warna.” Bahwa ia mengalami kesedihan akan perasaan patah hati terhadap pasangannya. Disimbolkan dengan visual bunga mawar yang layu. “Namun yang menyala mengapa lara? Hati bukan lagi raka. Melainkan sudah binasa.” Mempunyai makna simbolis tentang patah hati, seseorang yang mengalami patah hati pasti mengalami rasa sakit yang berkeping-keping, hal tersebut dimanifestasikan dalam bentuk kepulan asap yang muncul dari dada (letak hati) menyimbolkan kondisi hati yang sudah binasa, hancur melalui ledakan yang dahsyat sehingga menimbulkan asap. Hal tersebut menjadi poin utama dalam penciptaan karya visual imajinatif ini, dengan metode pendekatan surealisme bahasa visual yang dipakai cenderung lebih simbolis.
Redup
pencil on wooden board
50 x 40 cm
​2021

Konsep:

REDUP
Bicara toleransi tak perlu antaragama
Kita sekarat antarsuku satu agama
Aku berlinang, kamu berlinang
Demi bakti kepada induk
Meredupkan sebuah lunar di dada
Raga mulai disekap hening
Sesekali tertawa untuk melihat
remang pagi.
Kolotnya ibu meregang nyawa
cinta yang dirawat dengan doa.
Kita tak perlu lari tunggang-langgang
Biar Tuhan yang bekerja.
Tanpa kita mengatur-Nya.
Pada karya puisi berjudul “Redup” diinterpretasikan sebagai hubungan kekasih beda suku. “Aku berlinang, kamu berlinang. Demi bakti kepada induk meredupkan sebuah lunar di dada” yang bermakna simbolis bahwa keduanya tidak kuasa menahan kesedihan. Stereotip tentang hubungan beda suku apalagi sampai ke jenjang pernikahan, membuat seseorang sering berpikir ulang sebelum menuju ke sana. Pernikahan tidak hanya melibatkan dua orang, namun juga dua keluarga dari masing-masing pasangan. Sehingga seringkali terjadi pernikahan batal. Meskipun demikian, tak sedikit juga yang masih melangsungkan pernikahan beda suku. Figur laki-laki yang sedang memeluk kekosongan mempunyai makna simbolis “Raga mulai disekap hening” bahwa seseorang saat memilih untuk tidak lagi bersatu dengan pasangannya pasti akan mengalami fase kekosongan dalam hidupnya. Namun, bayang-bayang sosoknya masih melekat dalam ingatannya. Penggambaran meja makan dapat direpresentasikan sebagai kehidupan berumah tangga. Meja makan merupakan arena pertemuan yang mengungkap banyak hal, mulai dari persahabatan, kejujuran, kebohongan, jati diri dan cinta.


Nandur Srawung

Annual visual arts exhibition
​

Taman Budaya Yogyakarta
Sriwedani st. no.1,
Yogyakarta, Indonesia​
Powered by Create your own unique website with customizable templates.
  • HOME
  • CURATORIAL
  • NANDUR GAWE
  • EXHIBITION
  • SRAWUNG SINAU - NS9
    • Hardiwan Prayoga
    • Jasmine Haliza
    • Nafa Arinda
    • Pandu Paneges
    • Shalihah Ramadhanita
  • AWARD
    • LIFETIME ACHIEVEMENT
    • YOUNG RISING ARTIST
  • ABOUT